Desa Pulau
Belimbing adalah salah satu Desa yang berada di Kecamatan Bangkinang
Barat, Kabupaten Kampar. Untuk mencapai desa ini dibutuhkan perjalanan
darat sejauh lebih kurang 70 Km dari Pekanbaru. Letaknya yang berada di
jalan negara, memudahkan pengunjung untuk menyambanginya, semua moda
transportasi bisa digunakan untuk mencapai lokasi ini. Saat sampai di
lokasi, kita akan disambut oleh sebuah gapura yang bertuliskan Desa
Wisata Pulau Belimbing.
Saat kami
menyambanginya siang itu kebetulan sedang turun hujan, jadi tak banyak
aktifitas warga yang bisa kami “potret”. Namun dari salah seorang warga
yang mengaku bernama Ujang Mukhtar (49), kami memperoleh banyak
informasi tentang perkembangan desa tersebut yang katanya telah
ditetapkan sebagai desa wisata sejak 10 tahun lalu.
Namun dari
penuturan Ujang sepanjang siang itu, nampak gurat kekecewaan yang
terpancar dari wajahnya, Ujang mengaku sedih melihat perkembangan desa
tersebut. Ia menilai harusnya sebagai desa wisata, Pulau Belimbing harus
bisa dikembangkan lebih baik lagi, sehingga akan memancing perhatian
orang untuk datang ke desa tersebut.
Tak jauh berbeda
dengan penuturan Ujang, kami memang tidak mendapati adanya kunjungan
wisatawan lain ke tempat tersebut selain kami, padahal saat itu adalah
akhir pekan, namun di seberang Sungai Kampar, dmana desa ini berada,
kami bisa melihat aktifitas perkemahan yang dilakukan salah satu
perguruan tinggi yang ada di Pekanbaru. “Mereka sudah berkemah disana
sejak beberapa hari lalu,” ujar salah seorang warga.
Rumah Lontiok
merupakan Rumah panggung. Tipe konstruksi panggung dipilih untuk
menghindari bahaya serangan binatang buas dan terjangan banjir. Di
samping itu, ada kebiasaan masyarakat untuk menggunakan kolong rumah
sebagai kandang ternak, wadah penyimpanan perahu, tempat bertukang,
tempat anak-anak bermain, dan gudang kayu, sebagai persiapan menyambut
bulan puasa. Selain itu, pembangunan Rumah berbentuk panggung sehingga
untuk memasukinya harus menggunakan tangga yang mempunyai anak tangga
berjumlah ganjil, lima, merupakan bentuk ekspresi keyakinan masyarakat.
Dasar dan dinding
Rumah yang berbentuk seperti perahu merupakan ciri khas masyarakat
Kampar, sedangkan bentuk atap lentik (Lontiok) merupakan ciri khas
arsitektur Minangkabau. Proses akulturasi arsitektur terjadi karena
daerah Kampar merupakan alur pelayaran, Sungai Mahat, dari Lima Koto
menuju wilayah Tanah Datar di Payakumbuh, Minangkabau. Daerah Lima Koto
mencakup Kampung Rumbio, Kampar, Air, Tiris, Bangkinang, Salo, dan Kuok.
Oleh karena Kampar merupakan bagian dari alur mobilitas masyarakat,
maka proses akulturasi merupakan hal yang sangat mungkin terjadi. Hasil
dari proses akulturasi tersebut nampak dari keunikan Rumah Lancang yang
sedikit banyak berbeda dengan arsitektur bangunan di daerah Riau Daratan
dan Riau Kepulauan.
Arsitektur
tradisional daerah Kampar mengandung berbagai nilai budaya yang khas
yang tercermin dari awal proses pembangunannya sampai selesai. Dalam
bangunan tersebut terkandung makna dan filosofi yang amat dalam
kaitannya dengan pembentukan watak dan sikap hidup masyarakatnya.
Struktur bangunan
Rumah Lontiok memiliki makna yang kesemuanya berkaitan dengan sistem
kekrabatan dalam masyarakat. Ia melambangkan hubungan antar individu,
antara orang tua dan , anak dan anggota masyrakat lainnya. Selain itu
struktur rumah adat ini melambangkan kebesaran sang pencipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar