![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgis9y_ZfrE5S5-3xDJmLrj4gxXWr4SsYQ2JOF-VU8aHsD9uLQGczlI10gRkK4W6I2HDbgZLBwj0Qjs038sHLDFc2zXzMb7hYV_K2s3afyvtQkxstp0AC6hNue0WQ6-vr9dM7O0cccB2B3o/s320/IMG_20170325_145401_HDR.jpg)
Bagi masyarakat Riau dan Sumatera Barat (Sumbar), bahkan Sumatera pada
umumnya, Lubang Kalam yang terletak antara Tanjung Balik Muara Mahat dan
jembatan Rantau Berangin, bukanlah hal yang asing lagi. Kini lubang
yang membentang waktu itu telah menjadi bagian cerita terpenting dalam
sejarah perkembangan Sumatera Barat (Sumbar) dan Riau di masa silam.
Laporan Kunni Masrohanti, Kampar
Lubang
Kalam. Lubang yang dimaksud di sini bukan lubang biasa yang hanya
berukuran satu atau dua meter, tapi lubang panjang yang merupakan jalan
umum berupa sebuah terowongan. Sedangkan kalam (bahasa Minang, red),
berarti gelap. Lubang Kalam berarti lubang gelap atau sebuah terowongan
yang gelap.
Memaknai Lubang Kalam, terkesan seram. Tapi, tidaklah
seseram yang dibayangkan. Terowongan ini cukup panjang. Dibangun tahun
40-an. Saat itu, Lubang Kalam juga menjadi satu-satunya jalan penghubung
dari Riau ke Sumbar.
Setelah tahun 90-an, Lubang Kalam tidak
lagi berfungsi sebagai jalan lalu lintas karena sebagian jalan lintas di
kawasan ini terendam oleh air Danau PLTA Kotopanjang. Air ini juga
merendam desa-desa di sepanjang tepian kawasan ini.
Terlalu
banyak cerita yang tersembunyi di dalam Lubang Kalam ini. Lubang ini
dibangun oleh Negara Jepang. Jepang menjajah Indonesia selama 3,5 tahun
yakni dalam kurun waktu 1942-1945. Meski tidak selama Belanda yang
menjajah Indonesia selama 3,5 abad, tapi penjajahan yang dilakukan
Jepang lebih keji dari Belanda.
Seperti Lubang Kalam, Danau PLTA
yang berada di kawasan Lubang Kalam ini juga dibangun Jepang. Banyak
yang dibangun Jepang di Indonesia baik sebelum atau setelah Indonesia
Merdeka. Begitu juga di Riau. Diantaranya Lubang Kalam dan pembangunan
PLTA Koto Panjang.
Lubang Kalam hingga kini masih utuh. Sama
seperti sebelumnya. Pemerintah setempat, yakni Kabupaten Kampar,
menjadikan Lubang Kalam sebagai tempat wisata. Bahkan sebelum masuk ke
kawasan Lubang Kalam ini dibuat sebuah pintu gerbang bertuliskan �Wisata
Lubang Kalam�.
Dibukanya Lubang Kalam sebagai tempat wisata
seolah ingin menguak kembali berbagai kenangan yang pernah terjadi di
tempat ini. Ya, termasuk seperti apa Riau dan Sumbar tempo dulu sebelum
jalan baru dibuka.
Posisi Lubang Kalam berada sebelum jembatan
Rantau Berangin dari arah Sumbar atau setelahnya dari arah Riau.
Berbagai desa yang dilalui sebelum Lubang Kalam dari arah Sumbar melalui
jalan lama yakni Payakumbuh, Lubuk Bangku, Hulu Aia, Koto Alam, Lubuk
Jantan, Manggilang, Pangkalan, Tanjung Balik Muara Mahat dan Lubang
Kalam. Baru kemudian jembatan Rantau Berangin, Salo, Bangkinang,
Kampar, jembatan Danau Bingkuang, Rimbo Panjang dan Pekanbaru.
Pada
saat Lubang Kalam masih berfungsi sebagai jalan umum, kendaraan umum
dari Sumbar juga cukup banyak. Antara lain Gagak Hitam, Mesar Sari,
Merah Sungai, Gumarang, Sinar Riau, Cindurmato, Kampar Jaya dan Sinar
Riau. Mobil-mobil penumpang inipun sekarang sudah tidak beroperasi lagi.
Melalui
Lubang Kalam inilah berbagai sembako didistribusikan dari Sumbar ke
Riau. Seperti beras, sayur mayur, cabe, semen dan lainnya. Ini semua
merupakan komoditi penting dari Sumbar. Sementara, barang-barang
elektronik dan kebutuhan lain dari Luar Negeri seperti karpet, guci,
pernak-pernik dari Malaysia atau Singapura, dipasok ke Sumbar melalui
Riau melalui Lubang Kalam ini.
Ketika musim liburan tiba,
Padang, Bukittinggi dan tempat-tempat wisata di Sumbar dipenuhi
kendaraan plat BM dari Pekanbaru. Sementara Mall, Plaza dan Pusat
Perbelanjaan di Pekanbaru disesaki wisatawan domestic yang turun dari
kendaraan berplat BA yakni Sumbar. Lalu lalang perjalanan mereka semua
melalui Lubang Kalam.
Tidak ada yang berubah pada Lubang Kalam
ini. Tembok batunya masih sama. Tidak ada cat atau sesuatu yang
mewarnainya. Bukti t-bukit yang berada di kanan kirinya juga masih utuh.
Hijau dan rimbun. Tetetan-tetesan air dari puncak bukit juga masih
terlihat. Bahkan ada juga yang menetes ke dalam Lubang Kalam.
Di
dalam Lubang Kalam sangat gelap. Tidak ada lampu atau cahaya lainnya. Di
sini juga tinggal ratusan kelelawar. Bau tahi kelalawar cukup
menyengat. Suasana ini masih bisa dinikmati pengunjung dengan masuk ke
dalam Lubang Kalam dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda
empat. Hanya bisa untuk satu mobil. Jika ada mobil dari arah berlawanan,
maka salah satunya harus mengalah. Mundur!
Di ujung Lubang
Kalam, ada ruang cukup luas untuk tempat parkir. Jarak sekitar 200 meter
dari ujung Lubang Kalam, terlihatlah sungai yang bermuara ke Danau
PLTA. Bahkan mesin PLTA yang besar terlihat jelas dari pinggir sungai
ini. Banyaknya kisah dan sejarah yang terukir di dalam lubang inilah
yang membuat Pemerintah Kabupaten Kampar menjadikannya sebagai pusat
wisata sejarah